Mengenal Bahan Pakan Ayam Kampung Dari Limbah Pertanian
Oleh: Dr. Ir. Nurdin, M.M
Pakan adalah komponen input terbesar pada usaha peternakan ayam, sehingga alokasi pendanaan lebih besar pada biaya pakan yang harus disiapkan oleh seorang peternak. Ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk pemberian pakan adalah 70% dari total biaya produksi (Listiyowati dan Roospitasari, 1992). Tingginya biaya produksi ini perlu ditanggulangi dengan menyusun ransum sendiri dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat, dengan harga yang relatif lebih murah, tetapi masih mempunyai kandungan gizi yang baik untuk produksi dan kesehatan ternak itu sendiri (Mairizal, 1991). Oleh karena itu seorang peternak ayam kampung seharusnya mengetahui cara membuat pakan sendiri agar dapat menekan biaya pakan. Meracik pakan sendiri sebaiknya menggunakan bahan pakan yang tersedia di sekitar lokasi usaha peternakan ayam yang terkadang tesedia berupa limbah hasil pertanian yang biasanya tidak dimanfaat oleh para petani atau limbah indutri rumah tangga. Sebagai langkah awal peternak sebaknya mengenal bahan-bahan pakan dari limbah yang dijadikan sebagai bahan pakan ternak ayam kampung. Ada beberapa limbah hasil pertanian dan home industri yang dapat diracik menjadi pakan ternak yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, diantaranya adalah:
1. Dedak atau bekatul
Dedak padi adalah limbah yang berasal dari hasil proses penggilingan padi. Menurut hasil penelitian ada sekitar 8- 8,5% bagian dari berat padi.
Dengan angka
tersebut maka kita dapat memprediksi potensi
suatu daerah untuk menghasilkan dedak padi.
Misalnya suatu daerah untuk suatu periode
panen menghasilkan 1000 ton padi maka
dapat diperkirakan daerah tersebut mampu
menghasilkan 80 ± 85 ton dedak padi (Wizna dan H. Muis, 2012). Berdasarkan perkiraan ini maka daerah-daerah penghasil beras seperti Sidrap, Pinrang, Bone, dan daerah lain yang memiliki lahan sawah sangat berpontesi menghasilkan dedak atau bekatul.
Kandungan nutrisi dari dedak padi cukup tinggi, menurut Lubis, dkk (2002) Nutrien yang terdapat di dedak padi yang berkualitas baik antara lain komposisi kimia bededak padi cukup tinggi: protein 11,3-14,4%, lemak 15,0- 19,7%, serat kasar 7,0-11,4%, karbohidrat 34,1-52,3% dan abu 6,6-9,9% (Lubis et al., 2002). Serat kasar yang cukup besar yaitu sekitar 7,00 - 11, 4% yang menyebabkan komponen ini tidak boleh melebih 20%. Menurut Tita Mahargya (2019) bahwa dedak padi digunakan sebagai sumber energi dalam pakan unggas, khususnya periode layer (produksi telur) dengan porsi 10-15% dalam formulasi pakan. Penggunaan dedak padi dalam campuran konsentrat layer bisa mencapai 25-30%. Pembatasan penggunaan dedak oleh karena ada kandungan dedak berupa asam pitat yang dapat menghambat pertumbuhan dari ayam
Kandungan lemak yang cukup tinggi pada dedak sehingga sangat mudah berubah kualitasnya yang biasanya berbau tengik, bahkan sering dedak dicampur dengan kulit padi yang sudah digiling halus, oleh karena itu seorang peternak harus dapat mendeteksi dedak yang palsu dan dedak asli. Ada beberapa cara menurut Tita Mahargaya (2019) yang dilakukan untuk mengontrol kualitas dedak yaitu :
1. Uji dengan menggunakan panca indera (dilihat, dicium dan diraba)
Warna dedak padi normal adalah coklat muda, bentuk bubuk, baunya tidak apek/tengik.Apabila dedak padi ketika diraba terasa kasar/ pada saat digenggam dengan telapak tangan kemudian telapak tangan dibuka dan dedak padi tersebut langsung jatuh/ambyar, maka diindikasikan ada campuran sekam dalam dedak padi tersebut
2. Uji apung/floating .
Apabila dedak padi dicampur dengan air, dedak padi tersebut langsung tenggelam, maka dedak padi tersebut masih murni. Akan tetapi apabila banyak yang mengapung, maka diindikasikan dedak padi tersebut ada campurannya.
3. Uji dengan larutan Phloroglucinol
Sampel dedak padi dimasukkan ke dalam petridish, kemudian larutan Phloroglucinol 1 % diteteskan secara merata ke seluruh permukaan dedak halus. Apabila muncul warna merah maka dedak padi tersebut mengandung campuran sekam. Semakin merah maka diindikasikan campuran sekam semakin banyak dan kadar serat kasar dedak padi semakin tinggi.
4. Menghitung berat jenis/bulk density dedak padi (kg/m3)
Dedak padi dimasukkan ke dalam gelas ukur (volume 1000 ml) sampai volume tertentu (v). Berat dedak halus kemudian ditimbang (b), dihitung dengan rumus : Bulk density = b (kg) V(m3). Bulk density dedak halus 337,2 – 350,7 g/liter. Apabila hasil yang didapat melebihi atau kurang dari standar, maka diindikasikan ada campuran bahan lain dalam dedak padi.
Berkut hasi uji Proksimat dedak padi yang dikemas dalam bentuk tabel:
2. Ampas tahu
Bahan kedua yang berasal dari limbah hasil home industri adalah ampas tahu yang diperoleh dari limbas proses pembuatan tahu. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai
sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan
kacang kedelai. Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu
mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai
dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah
dimasak.
Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun
makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co
kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm.
Ampas tahu dalam keadaan
segar berkadar air sekitar 84,5 % dari bobotnya. Kadar air yang tinggi
dapat menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu basah tidak tahan
disimpan dan akan cepat menjadi asam dan busuk selama 2-3 hari, sehingga
ternak tidak menyukai lagi. Ampas tahu kering mengandung air sekitar
10,0 - 15,5 % sehingga umur simpannya lebih lama dibandingkan dengan
ampas tahu segar (Widjatmoko, 1996).
3. Molases
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan bentuk cair. Kandungan yang terdapat pada molases antara lain 20% air, 3,5% protein, 58% karbohidrat, 0,80% Ca, 0,10% pospor dan 10,50% bahan mineral lain (Pujaningsih, 2006). Kandungan pati yang banyak terdapat di didalam molases sangat bagus menjadi bahan perekat untuk membuat pakan yang berbentuk pelet. Pati yang tergelatinisasi akan membentuk sturktur gel yang akan merekatkan pakan, sehingga pakan akan tetap kompak dan tidak mudah hancur (Nilasari, 2012).
4. Kulit Ubi Kayu
Kulit ubi kayu adalah salah bahan makanan ternak yang dapat menjadi alternatif untuk mengurangi biaya pada ternak ayam kampung. Kulit ubi kayu dapat diperoleh pada usaha yang menggunakan bahan baku ubi kayu. Kulit ubi kayu merupakan limbah
agroindustri yang mempunyai potensi untuk
dikonversi menjadi pakan ternak baik ternak
ruminansia maupun ternak unggas. Potensi
limbah ini tersedia secara kontinyu seiring
dengan meningkat juga produk ubi kayu di
Indonesia secara umum, maupun di Sumatera
Barat khususnya (Mirzah dan H. Muis, 2015). Bagi petani kulit ubi kayu tidaklah sulit terutama bagi mereka yang menanam ubi kayu.
5.Limbah Ikan
Ikan merupakan sumber protein bagi ayam, terkadang ikan yang sudah rusak dibuang begitu saja, padahal dapat dimanfaatkan menjadi bahan pakan ternak yang sangat tinggi nilai nutrisinya. Caranya dikeringkan terlebih dahulu kemudian dibuat tepung dengan menggunakan alat penggiling tepung atau jika skalanya kecil dapat menggunakan blender untuk menghaluskan. Ada beberapa bahan dari ikan yang dapat dijadikan tepung menurut ( Priyo Utomo, dkk., 2013) yaitu ikan rucah, ikan asin, dan kepala ikan dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan komersial dan dapat dijadikan sebagai sumber protein yang dapat memberikan pertumbuhan. Ikan rucah, ikan asin, dan kepala ikan memiliki potensi sebagai salah satu bahan baku pakan lokal karena mengandung kadar protein berkisar 25–75%, untuk kerabat ikan channel catfish tepung ikan yang diperlukan dalam pakan buatan adalah sepertiga dari total protein atau lebih (Chandrapal, 2007). Menurut Li et al. (2008), kebutuhan protein optimal ikan channel catfish dan sejenisnya berkisar antara 32–36%. Kadar protein dari masing-masing bahan yang tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh ikan, diharapkan bahan tersebut mampu menjadi substitusi dalam penggunaan tepung ikan dalam pakan ikan yang saat ini masih impor.
6, Limbah Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan utama kedua setelah padi; yang sangat berguna bagi kehidupan manusia dan ternak karena hampir keseluruhan bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain sebagai komoditas pangan, jagung sangat dibutuhkan sebagai penyusun utama bahan pakan ternak terutama unggas (Uum Umiyasahi dan Elizabeth Wina, 2008). Berikut Tabel Kandungan dari limbah Jagung
Semua limbah jagung yang ada pada tabel di atas dapat dijadikan sebagai bahan ransum ternak ayam kampung, dengan syarat digiling halus kemudian dimix dengan bahan lain dengan perbandingan tertentu, akan lebih bagus jika diolah dalam bentuk butiran agar ayam dapat mengkonsumsinya dengan baik tanpa harus memilih-milih bahan lainnya.7. Berbagai Limbah Sayur
Bahan pakan lokal hasil pertanian dan ikutannya termasuk limbah sayuran yang berasal dari pasar tradisional dapat menjadi alternatif dan harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar dapat mengurangi biaya ransum. Apalagi saat ini limbah sayuran (sampah pasar) menjadi salah satu permasalahan yang harus diatasi di kota Bandung. Limbah sayuran di pasar umumnya terdiri dari sisa-sisa sayur-mayur yang tidak terjual dan potongan sayur yang tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah, yang ditunjukkan dari kandungan serat kasar yang tinggi dengan kandungan air yang tinggi pula, walaupun dalam basis kering kandungan protein kasar sayuran cukup tinggi, yaitu berkisar antara 15-24%. Limbah sayuran sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pakan alternatif untuk ayam kampung yang cenderung memiliki adaptasi yang baik terhadap pakan ( Rusmana, dkk,. 2007).
Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fapet Unpad (2007) terhadap limbah sawi dan kangkung, kandungan air limbah sayuran berkisar 70-80%, dengan kisaran protein kasar 15-25% atas dasar bahan kering. Namun demikian kandungan serat kasar limbah sayuran juga tinggi, yaitu untuk limbah kangkung sebesar 38,86% dengan protein 20,51% (Zamora dan Baguio, 1984).
Bahan dari limbah sayur mudah rusak oleh karena kadar air tinggi, akan tetapi ini dapat diatasi dengan cara mengeringkan kemudian digiling, lalu dijadikan sebagai bahan campuran pakan yang kemudian dicampur bahan pakan lain seperti dedak, jagung dan bahan lain yang tersedia. Bahan ini mudah diperoleh terutama di pasar-pasar tradisional yang banyak menjual berbagai jenis sayur. Pemanfaatan limbah sayur menjadi pakan ternak ayam sekaligus dapat menjadi solusi untuk mengatasi sampah yang sangat mengganggu dari pasar-pasar yang ada di kota besar.
8. Ampas Kelapa Parut
Limbah kelapa berupa ampas kelapa yang telah diolah menjadi santan kelapa dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif untuk pakan ayam kampung. Dari prosese pembuatan minyak kelapa dapat menghasilkan limbah padat berupa ampas kelapa. Potensi ampas kelapa dari home industry pengolahan minyak kelapa sekitar 30% dari bahan baku (Liptan, 2006). Menurut Yamin (2008), bahwa ampas kelapa merupakan limbah industri atau limbah rumah tangga yang sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ayam pedaging, karena ampas kelapa masih mudah didapatkan dari sisa pembuatan minyak kelapa tradisional dan limbah pembuatan virgin coconut oil (VCO).
Sebelum menggunakan ampas kelapa sebaiknya difermentasi dulu untuk meningkatkan nilai nutrisinya Proses fermentasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu fermentasi aerob dan fermentasi an aerob (proses enzimatis), Perlakuan fermentasi menghasilkan struktur, warna, bau, dan juga komposisi kimia yang berbeda dari ampas kelapa yang belum difermentasi (Novita, 2012) Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kadar protein sekitar 130%, dan penurunan lemak sekitar 11,39%. Protein merupakan salah satu komponen yang terpenting pada pakan sehingga tingginya kadar protein pada ampas kelapa merupakan suatu keuntungan untuk diolah menjadi pakan. Namun demikian, lemak yang cukup tinggi merupakan kendala pada pengolahan ampas kelapa yang akan diolah menjadi pakan karena akan mempengaruhi kualitas pakan yang dihasilkan terutama dalam mempengaruhi umur simpan dan daya cerna pakan (Novita, 2012). Sehingga dengan proses fermentasi, kadar lemak dapat diturunkan. Proses fermentasi juga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, dimana komponen ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pakan tersebut dapat dipergunakan dan dicerna oleh ternak. Dari hasil penelitian Hidayati (2011), menunjukkan bahwa ransum perlakuan yang mengandung berbagai tingkat ampas kelapa fermentasi sampai tingkat 20% memiliki kualitas protein yang baik dan kelengkapan serta keseimbangan asam-asam amino esensial yang membentuknya
9. Limbah Restoran, warun Makan
Limbah dari restoran atau warun makan dapat ditemukan di kota-kota besar. Limbah restoran ini terdiri atas berbagai sisa-sisa makanan yang akan dibuang sebagai sampah. Limbah ini dapat berupa sisa nasi, sayur dan lauk-pauk yang mengandung gizi yang sangat tinggi, sehingga merupakakan salah satu sumber bahan pakan ternak ayam yang dapat diolah menjadi pakan ternak ayam kampung.. . Limbah
restoran pada umumnya terdiri dari nasi, sayur, ikan, daging, buah yang tidak lagi
dikonsumsi oleh manusia atau yang tidak digunakan kembali dalam proses
memasak (: Izwar Anaz, 2010). Limbah yang dapat diolah menjadi bahan pakan ternak adalah limbah organik, yang besarnya dapat mencapai 63,56%
terdiri dari sampah organik yang terdiri dari sisa makanan.
Salah satu limbah makanan adalah tulang ayam kandungan anorganik cukup tinggi. Komposisi kimiawi penyusun tulang berdasarkan persentase berat, terdiri dari 69% komponen anorganik, 22% matrik organik dan 9% air. Kandungan 69% anorganik berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi sumber kalsium dan fosfor yang baik untuk pertumbuhan ternak (Humas Untidar, 2018). Untuk memanfaatkan limbah restoran sebagai pakan ayam sebaiknya dikeringkan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari kemudian dihaluskan atau dijadikan konsentrat kemudian dimix dengan bahan lain seperti jagung, dedak, dan bahan lain dalam bentuk pelet atau butiran agar ayam nilai flablitasnya menjadi tinggi.
10. Roti Basi dan Jamuran
11. Keong Mas
Keong mas salah satu hama bagi tanaman pertanian terutama tanaman padi muda, sehingga biasanya dibasmi oleh para petani dan dibuang begitu saja, padahal keong emas ini dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sebagai sumber protein yang dapat memberikan pertumbuhan pada ayam dengan baik (Prasojo, 2018). Seluruh bagian dari keong mas dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak mulai dari cangkang sampai isinya, dengan cara menggilingnya sampai halus kemudian dicampur dengan bahan pakan lain. Caranya pisahkan isi dan cangkang kemudian diris tipis-tipis lalu keringkan kemudian digiling bersama cangkangnya sehingga menjadi tepung. Kandunga Nutrisi keong Emas dapat dilihat pada tabel berikut:
Sumber:https://unsurtani.com/2018/01/pakan-alternatif-ayam-buras-dari-keong-mas Jika diperhatikan semua bagian dari keong mengangung nilia protein yang dapat membantu pertumbuhan ayam kampung, sekalian kadarnya berbeda, sehingga jika dijadikan tepung kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu menjadi 15,58%.
12. Buluh Ayam
Buluh ayam dapat di peroleh pada Industri pemotongan ayam, bidang usaha ini merupakan sumber limbah bulu ayam yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan penyakit bagi masyarakat sekitar jika tidak dikelola dengan baik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2006, produksi bulu ayam dari jenis ayam broiler berjumlah 25.690 ton (1999), 42.050 ton (2000), 49.250 ton (2001), 68.510 ton (2002), 72.680 ton (2003) dan 72.775 ton (2005) (Puastuti 2007). Bulu unggas memiliki kandungan protein (keratin) sebesar 80-90%, melebihi kandungan protein pada kedelai (42,5%) (Adiati et al 2004).
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengolah buluh ayam hingga siap untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak ayam atau ternak lain, sebagaimana disampaikan oleh
Pengolahan secara fisik
Limbah bulu ayam yang diproses mengunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 105°C dengan tekanan 3atm dan kadar air 40% selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling (Adiati et al 2004). Pengolahan secara kimiawi Proses kimiawi
dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.
Pengolahan secara enzimatis
Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu 52o C. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87o C hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung. Pengolahan secara kimia dengan basa Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti 2007).
Pengolahan secara mikrobiologi
Proses hidrolisis bulu ayam menggunakan agen mikrobiologi, dilakukan dengan menambahkan Bacillus licheniformis dan diinkubasi selama 72 jam (Puastuti 2007). Teknik lain yang dapat dilakukan adalah dengan teknik fermentasi menggunakan jamur hasil isolasi dari tanah kandang ayam. Jamur didapat dengan cara melarutkan 200 gram tanah di dalam 200 ml aquades, lalu dilakukan pengenceran hingga 10-7 dan ditumbuhkan pada media PDA. Jamur yang sudah berkembang kemudian diisolasi hingga dihasilkan kultur murni. Kadar air yang terkandung di dalam media fermentasi berupa bulu ayam, minimal sebanyak 30%. Kadar air yang terkandung di dalam tepung bulu ayam kering adalah 10%, karena itu dilakukan penambahan air sebanyak 20% dari berat kering tepung bulu ayam. Proses fermentasi dilakukan mencampurkan inokulum jamur yang telah diencerkan ke dalam 20 gram tepung bulu ayam, dan ditempatkan pada wadah kedap udara (Ketaren 2008). Pengunaan tepung buluh ayam dibatasi dalam pakan 2-3% untuk membantu meningkatkan kecernaan bahan kering maupun protein (Puastuti & Mathius 2007).
Sumber:
Wizna dan H. Muis, 2012. Pemberian Dedak Padi yang Difermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens sebagai
Pengganti Ransum Komersil Ayam Ras Petelur, Jurnal Peternakan Indonesia, Vol. 14 (2, hal 398-403.
Lubis, S., R. Rachmat, Sudaryono., S.
Nugraha. 2002. Pengawetan dedak
dengan metode inkubasi. Balitpa
Sukamandi, Kerawang .
Tita Mahargya, 2019. Kontrol kualitas dedak padi sebagai bahan pakan unggas, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, https://disnakkeswan.jatengprov.go.id/index.php/read/kontrol-kualitas-dedak-padi-sebagai-bahan-pakan-unggas#, diakses pada tanggal 04/7/2021.
Mairizal, 1991. Penggunaan ampas tahu dalam ransum unggas. Poultry Indonesia, No. 133.
Listiyowati E. dan K., Roospitasari,1992, Puyuh Tata Laksana Budidaya Secara Komersial, Penerbar Swadaya Jakarta
Prabowo, A., D. Samaih dan M. Rangkuti. 1983. Pemanfaatan ampas tahu
sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba
potong. Proceeding Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan
Limbah Pertanian Untuk Makanan Ternak, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Bandung.
Widjatmoko. 1996. Jurnal Ampas Tahu sebagai Asupan Makanan Ternak Pengganti Rumput.(online) : (http://eprints.uny.ac.id). Diakses tanggal 4 Juli 2021.
Pujaningsih, R. I. 2006. Pengelolaan Bijian pada Industri Makanan Ternak. Alif Press, Semarang.
Nilasari. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung
Ubi Jalar, Garut dan Onggok Terhadap
Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan
Ayam Broiler Bentuk Pellet. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Mirzah dan H. Muis, 2015. Peningkatan Kualitas Nutrisi Limbah Kulit Ubi Kayu melalui Fermentasi Menggunakan
Bacillus amyloliquefaciens.Jurnal Peternakan Indonesia, Vol. 17 (2), hal
Nur Bambang Priyo Utomo, Susan, Mia Setiawat. 2013 Peran tepung ikan dari berbagai bahan baku terhadap pertumbuhan lele sangkuriang Clarias sp. Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 158–168
Chandrapal GD. 2007. Status of trash fish utilization and fish feed requirements in aquaculture–India. Low value and trash fish in the Asia-Pacific region.
Li MH, Robinson EH, Tucker CS, Oberle DF, Bosworth BG. 2008. Comparison of Channel catfish Ictalurus punctatus and blue catfish, Ictalurus furcatus fed diets containing various levels of protein in production ponds. Journal of the World Aquaculture Society 39: 646– 655.
Alfi. M. F., 2009. Pengaruh Penggunaan Tepung Roti Afkir Sebagai Pengganti Jagung dalam Ransum terhadap Produksi Karkas Ayam Broiler Jantan (The Effect of the Use of Unsold Bread as Corn Substitution in the Diet on Male Broiler’s Carcass Production). Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.